Minggu, 31 Mei 2015

LIRIK SHOLAWAT YA HABIBANA ABDURRAHMAN ASSEGAF



هذه القصيدة يا حبيبنا
۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵۵
Qosidah Ya Habibana ‘Abdurrahman Assegaf

يا حبيبنا ۲ عبد الرحمن السقاف
يا شيخنا ۲ خارق العادة

Yaa habiibanaa 2x ‘Abdurrohmaan as-saqoof Yaa Syaikhonaa 2x khooriqol ‘aadah
Wahai kekasih kami Sayyid Abdurrahman As-Segaf, wahai guru kami yg diluar kebiasaan (keistimewaan)

أنتم ولينا أنتم حبيبنا 
أنتم شفيعنا يا خارق العادة

Antum waliyyunaa antum habiibunaa antum syafii’unaa yaa khooriqol ‘aadah
Engkau wali kami, engkau kekasih kami, engkau pemberi syafa’at kami, wahai orang yang diluar kebiasaan

أنتم سلفنا أنتم مدادنا
أنتم إمامنا يا خارق العادة

Antum salafunaa antum madaadunaa antum imaamunaa yaa khooriqol ‘aadah
Engkau pendahulu kami, engkau kecintaan hati kami, engkau pemimpin kami wahai orang yg diluar kebiasaan

أنتم طبيبنا أنتم قلوبنا
أنتم سداتنا يا خارق العادة

Antum thobiibunaa antum quluubunaa antum sadaatunaa yaa khooriqol ‘aadah
Engkau penyembuh kami, engkau kecintaan hati kami, engkau pemimpin kami wahai orang yg diluar kebiasaan.

يا ربنا ۲ إغفر ذنوبنا
يا الله يا جواد

Yaa Robbanaa 2x ighfir dzunuubanaa yaa Allah yaa jawaad
Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, Ya Allah yang Maha Pemurah

يا ربنا ۲ إغفر ذنوبنا 
يا ربنا ۲ أنت ربنا

Yaa Robbanaa 2x ighfir dzunuubanaa yaa Robbanaa 2x Anta Robbunaa
Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami, Wahai Tuhan kami, Engkaulah Tuhan kami

MALAM NISFU SYA'ABAN

Bulan Sya’ban termasuk salah satu bulan yang agung dalam pandangan syara’. Rasulullah SAW memuliakan bulan Sya’ban dengan menambah aktifitas ibadah. Sehingga menambah ibadah pada bulan Sya’ban sangat dianjurkan sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih. Apabila pada hari-hari bulan Sya’ban dianjurkan meningkatkan aktifitas ibadah dan kebajikan, maka pada malam nishfu Sya’ban lebih dianjurkan lagi karena terdapat banyak hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban melebihi hari-hari yang lain pada bulan yang sama. Hadits-hadits tersebut diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah, Abu Tsa’labah, Auf bin Malik, Abu Bakar al-Shiddiq, Abu Musa dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum.

Hadits Pertama
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلىَ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلاَّ لاِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ . أخرجه أحمد
“Dari Abdullah bin Amr, dari Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yang tidak diampuninya, yaitu orang yang bermusuhan dan pembunuh orang.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad [2/176] dengan sanad yang lemah, sebagaimana dapat dilihat dalam al-Targhib wa al-Tarhib [3/284] dan Majma’ al-Zawaid [8/65]).

Hadits Kedua
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَطَّلِعُ اللهُ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ  . أخرجه ابن حبان في صحيحه والطبراني، وأبو نعيم في الحلية.
“Dari Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullah SAW bersabda: “Allah SWT melihat kepada makhluk-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, lalu memberikan ampunan kepada seluruh makhluk-Nya kecuali kepada orang yang menyekutukan Allah atau orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Hibban dalam Shahih-nya [12/481], al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [20/109] dan al-Mu’jam al-Ausath, dan Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ [5/195], semuanya dari jalur Makhul, dari Malik bin Yukhamir dari Mu’adz secara marfu’. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [8/65], “Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath, dan para perawinya dapat dipercaya”. Malik bin Yukhamir seorang perawi tsiqah dan mukhadhram (generasi tabi’in yang mengikuti masa Jahiliyah), sedangkan Makhul pernah menjumpainya, sehingga hadits ini tidak mengalami keterputusan (inqitha’), sebagaimana asumsi sebagian kalangan. Kesimpulannya, Ibnu Hibban sangat tepat dalam menilai shahih hadits tersebut.
Hadits di atas juga diriwayatkan dari 3) jalur Abu Hurairah oleh al-Bazzar dalam Musnad-nya [2/436], 4) jalur Abu Tsa’labah al-Khusyani oleh al-Thabarani [Majma’ al-Zawaid 8/65] dan Ibnu Abi Ashim dalamal-Sunnah [1/223], 5) jalur Auf bin Malik oleh al-Bazzar [2/463], 6) jalur Abu Bakar al-Shiddiq oleh Ibnu Khuzaimah dalam al-Tauhid [no. 90] dan Ibnu Abi Ashim [no. 509], 7) jalur Abu Musa oleh Ibnu Majah [1/446] dan al-Lalaka’i [no. 763] dan 8) jalur Aisyah oleh Ahmad [6/238], al-Tirmidzi [3/107] dan Ibnu Majah [1/445].
Kesimpulan dari riwayat-riwayat tersebut adalah menetapkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban secara khusus, dan salah satu dari riwayat di atas telah dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Bahkan al-Albani – ulama Salafi-Wahabi -, juga menilainya shahih dalam Silsilah al-Ahadits al-Shahihah [1144], dalam Shahih Sunan Ibn Majah [1/233] dan dalam ta’liq terhadap kitab al-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim [no. 509, 510, 511 dan 512). Riwayat yang shahih ini, sekaligus menaikkan riwayat-riwayat lainnya yang dianggap dha’if menjadi hasan lighairihi sebagaimana telah menjadi ketetapan dalam ilmu hadits.
Oleh karena keutamaan malam Nishfu Sya’ban memiliki dasar yang sangat kuat, umat Islam sejak generasi salaf banyak yang menghidupkannya dengan aneka ragam ibadah seperti shalat, doa dan lain-lain. Syaikh Ibnu Taimiyah, ulama panutan utama kaum Salafi-Wahabi berkata dalam fatwanya:
وَقَدْ سُئِلَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى عَنْ صَلاَةِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَأَجَابَ : إِذَا صَلَّى اْلإِنْسَانُ لَيْلَةَ النِّصْفِ وَحْدَهُ أَوْ فِيْ جَمَاعَةٍ خَاصَّةٍ كَمَا كَانَ يَفْعَلُ طَوَائِفُ مِنَ السَّلَفِ فَهُوَ حَسَنٌ. وَقَالَ فِيْ مَوْضِعٍ آخَرَ : وَأَمَّا لَيْلَةُ النِّصْفِ فَقَدْ رُوِيَ فِيْ فَضْلِهَا أَحَادِيْثُ وَآَثاَرٌ وَنُقِلَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّهُمْ كَانُوْا يُصَلُّوْنَ فِيْهَا فَصَلاَةُ الرَّجُلِ فِيْهَا وَحْدَهُ قَدْ تَقَدَّمَهُ فِيْهِ سَلَفٌ وَلَهُ فِيْهِ حُجَّةٌ فَلَا يُنْكَرُ مِثْلُ هَذَا.
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang shalat malam Nishfu Sya’ban, maka ia menjawab: “Apabila seseorang menunaikan shalat pada malam Nishfu Sya’ban, sendirian atau bersama jamaah tertentu sebagaimana dikerjakan oleh banyak kelompok kaum salaf, maka hal itu baik.” Di tempat lain, Ibnu Taimiyah juga berkata: “Adapun malam Nishfu Sya’ban, telah diriwayatkan banyak hadits dan atsar tentang keutamaannya dan telah dikutip dari sekelompok kaum salaf bahwa mereka menunaikan shalat pada malam itu. Jadi shalat yang dilakukan oleh seseorang sendirinya pada malam tersebut, telah dilakukan sebelumnya oleh kaum salaf dan ia mempunya hujjah, oleh karena itu hal seperti ini tidak boleh diingkari.” (Majma’ Fatawa Ibni Taimiyah [3/131-132].
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, salah seorang murid Ibnu Taimiyah, juga berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif sebagai berikut:
وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ التَّابِعُوْنَ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ يُعَظِّمُوْنَهَا وَيَجْتَهِدُوْنَ فِيْهَا فِي الْعِبَادَةِ، وَكَانَ خَالِدُ بْنِ مَعْدَانَ وَلُقْمَانُ بْنِ عَامِرٍ وَغَيْرُهُمَا مِنْ تَابِعِي الشَّامِ يَقُوْمُوْنَ فِي الْمَسْجِدِ لَيْلَةَ النِّصْفِ، وَوَافَقَهُمُ اْلإِمَامُ إِسْحَاقُ ابْنُ رَاَهَوْيه عَلىَ ذَلِكَ، وَقَالَ فِيْ قِيَامِهَا فِي الْمَسَاجِدِ جَمَاعَةً : لَيْسَ ذَلِكَ بِبِدْعَةٍ . انتهى باختصار وتصرف .
“Malam Nishfu Sya’ban, kaum Tabi’in dari penduduk Syam mengagungkannya dan bersungguh-sungguh menunaikan ibadah pada malam tersebut. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin Amir dan lain-lain dari kalangan tabi’in Syam mendirikan shalat di dalam Masjid pada malam Nishfu Sya’ban. Perbuatan mereka disetujui oleh al-Imam Ishaq Ibnu Rahawaih. Ibnu Rahawaih berkata mengenai shalat sunnah pada malam Nishfu Sya’ban di Masjid-masjid secara berjamaah: “Hal tersebut tidak termasuk bid’ah.” (al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif [h. 263] dengan disederhanakan).
Wal-hasil, keutamaan malam Nishfu Sya’ban memiliki dasar hadits-hadits yang shahih. Menghidupkan malam tersebut dengan aneka ragam ibadah sunnah telah dianjurkan oleh banyak ulama salaf, untuk mengharapkan rahmat Allah yang turun pada malam utama tersebut. Lebih-lebih malam Nishfu Sya’ban termasuk salah satu malam yang dipermudah terkabulnya doa. Al-Imam al-Syafi’i berkata dalam kitabal-Umm sebagai berikut:
( قال الشَّافِعِيُّ ) وَبَلَغَنَا أَنَّهُ كان يُقَالُ إنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ في خَمْسِ لَيَالٍ في لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ من رَجَبٍ وَلَيْلَةِ النِّصْفِ من شَعْبَانَ
Al-Syafi’i berkata: “Telah sampai kepada kami bahwasanya selalu dikatakan bahwa permohonan akan dikabulkan dalam lima malam, yaitu malam Jum’at, malam hari raya idul adha, malam hari raya idul fitri, awal malam di bulan Rajab dan malam Nishfu Sya’ban.” (Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm [1/231]).
Berdasarkan keterangan di atas, kita jumpai kaum Muslimin sejak masa-masa yang silam menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan aneka ragam ibadah dan kebajikan seperti bersedekah, mengerjakan shalat sunnah secara berjamaah, membaca surat Yasin dan diakhiri dengan doa kepada Allah SWT. Wallahu a’lam.

Selasa, 26 Mei 2015

LIRIK SHOLAWAT ROBBI INNI LILFADHLI


SEMUT-KU INSPIRASI-KU [Inspirasi dari Semut]

SEMUT ITU KECIL & MUNGIL, tapi ia sangat tepat jika menjadi inspirasi bagi orang-orang beriman. Semut tidak bisa bekerja sendirian, tetapi berada dalam koloni. Semut-semut selalu bergerak ke depan, mencari makanan bukan hanya untuk diri sendiri. Makanan yang ia dapatkan dikumpulkan bersama untuk persiapan musim dingin. Pekerjaan itu dilakukan bukan “berebut jabatan” atau “mencari popularitas”.
Pernahkan kita melihat semut berdiam diri? Tidak, semut tidak berdiam diri. Ia bukan binatang pemalas. Kalau diibaratkan, semut itu seperti “seorang aktivis”. Para aktivis, meskipun tidak ada pekerjaan, mereka selalu “mencari kerjaan”.
Dalam bekerja, banyak semut gugur dalam tugas. Ada yang mati dimangsa musuh, ada yang tertimpa benda berat, ada yang keinjak manusia, atau hanyut dibawa air. Pendek kata, tidak semua semut menikmati hasil dari kerja kerasnya. Semut juga tidak pernah mengenal sikap berkhianat kepada koloni. Tidak pernah terjadi, seekor semut hitam, lantaran kecewa, dia menyeberang ke koloni semut merah.
Semut mengajarkan banyak inspirasi kepada kita, bagaimana menjadi pekerja keras, lalu memberi manfaat kepada orang lain. Setiap semut adalah pahlawan bagi semut-semut lainnya. Tubuhnya memang kecil dan mungil, tetapi ternyata ia mengerjakan hal-hal besar dalam hidupnya. Luar biasa, masya Allah.
[https://www.facebook.com/pages/Damai-Indonesiaku-Online/1464743513754252?ref=hl]

RISALATUL MAHID [PERMASALAHAN SEPUTAR KEWANITAAN]

Qola mushonnifu rohimahullohu ta'ala wanafa'ani wa bi 'ulumihi fiddaa roini aamiin yaa robbal alaamiin. ..
Bab Darah [Haid, Nifas, dan Istikhadoh].

I. Darah Haid [ad daamul haidl].
Ia. Definisi:

Darah haid adalah darah yang keluar dari farji seorang perempuan dalam keadaan sehat, bukan karena penyakit/sakit, pada usia tertentu, yang tidak didahului oleh kelahiran, dan merupakan kebiasaan/adat bagi seorang perempuan.
Ib. 5 [lima] Rumus Memahami Ilmu Darah Haid.
1. Keluarnya darah tidak boleh kurang dari 24 jam,
2. Keluarnya darah tidak boleh lebih dari 15 hari,
3. Darah harus didahului dengan suci selama 15 hari,
4. Darah tidak didahului oleh kelahiran, dan
5. Umur wanita telah mencapai 9 tahun Hijriyah [atau 9 tahun kurang 15-16 hari].

Lima rumus penting memahami darah haid, penting bagi sahabat/i, khususnya bagi segenap sahabati, karena hal ini berkenaan langsung dengan sah tidaknya ibadah kita.

[gambar: pemudafosarmi.files.wordpress.com]

BULAN SYA'BAN

Sya'ban (bulan kedelapan dalam sistem penanggalan Hijriyah) adalah bulan yang penuh keutamaan namun sering dilupakan umat Islam karena bulan ini diapit oleh dua bulan utama. Pertama, bulan Rajab yang teristimewa karena pada bulan ini terjadi peristiwa besar Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan kemudian mulailah ada kewajiban melaksanakan shalat lima waktu. Kedua bulan Ramadhan, saat kaum muslimin diwajibkan menjalankan puasa sebulan suntuk dan saat pahala kebaikan dilipatgandakan. 
Sedianya bulan Sya’ban tidak dilupakan karena setelah mendapatkan banyak pelajaran tentang Isra’ Mi’raj dan setelah membenahi shalat kita pada akhir bulan Rajab, maka pada bulan Sya’ban saatnyalah mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan. Lagi pula, dalam bulan Sya’ban sendiri terdapat berbagai keistimewaan. Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah SWT turun pada malam Nishfu Sya'ban (pertengahan Sya’ban) ke langit dunia dan akan mengampuni manusia lebih dari jumlah banyaknya bulu kambing dan anjing. [HR Tirmizi].
Mu'az Ibn Jabal meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Pada malam Nishfu Sya'ban. Allah akan melihat semua makhluk-Nya, kemudian mengampuni mereka kecuali yang musyrik dan orang yang memusuhi orang lain. [HR Sunan Ibn Majah]. Oleh para ahli hadits, dua hadits di atas dianggap yang tidak terlalu valid alias dla’if karena ada beberapa kesimpangsiuran dalam periwayatan dan mengenai periwayat haditsnya (sanad). Namun guna menyemangati hamba dalam menjalankan ibadah (fadlailul a’mal) para ulama membolehkan hadits ini sebagai pegangan. Selain itu, diriwayatkan juga Rasulullah SAW paling mencintai bulan ini dan beliau tidak melakukan puasa (selain Ramadhan) sebanyak puasa di bulan ini [HR Ahmad dari Usamah bin Zaid].
Nah, ada perbedaan pendapat diantara umat Islam dalam menyikapi satu hal dalam bulan ini, yaitu yang tersebut dalam hadits di atas sebagai Nishfu Sya’ban. Nishfu artinya setengah atau pertengahan. Nishfu Sya'ban berarti pertengahan bulan Sya'ban atau malam tanggal 15 Sya'ban dan esok harinya. Sebagian besar umat Islam menjalankan berbagai macam ibadah pada malam nisfu sya’ban, namun umat Islam yang lain ada yang tidak sepakat dan bahkan menganggap ibadah yang telah dilakukan oleh umat Islam pada malam Nishfu Sya’ban itu sebagai ibadah yang menyimpang atau mengada-ngada (bid’ah) karena tidak dicontohkan atau diperintahkan oleh Nabi secara langsung.
Ibn al-Jauzi memopulerkan hadits dari Abi Hurairah bahwa Nabi SAW telah bersabda: Siapa yang melakukan shalat pada malam Nishfu Sya'ban sebanyak dua belas rakaat dan membaca qul huwallahu ahad (Surat al-Ihlas) tiga puluh kali pada setiap rakaatnya, ia tidak akan keluar dari dunia ini sebelum melihat tempat duduknya di dalam surga dan memberi syafa'at sepuluh orang ahli keluarganya yang seluruh masuk neraka. Di dalam hadits ini ada enam orang perawinya yang identitasnya kurang lengkap (majhul), yaitu: Ahmad Ibn 'Ali Al-Khatib, Abu Sahl 'Abd As-Samad Ibn Muhammad Al-Qantari, Abu Al-Hasan 'Ali Ibn Ahmad Al-Yunani, Ahmad Ibn 'Abd Allah Ibn Dawud, Muhammad Ibn Jabhan, dan 'Umar Ibn Ar-Rahim. 
Hadits lain ditakhrij oleh oleh Imam As-Suyuti bahwa Ibrahim meriwayatkan 'Ali Ibn Abi Talib melihat Rasulullah pada malam Nishfu Sya'ban berdiri lalu beliau melakukan shalat empat belas rakaat. Setelah selesai lalu Nabi duduk kemudian membaca ummul Qur'an (Surat Al-Fatihah) empat belas kali, qul huwallahu ahad (Surat al-Ihlas) empat belas kali, ayat kursi satu kali. Ketika Nabi selesai shalat Ali bertanya tentang apa yang telah dia lihat. Rasulullah SAW lalu bersabda: "Siapa yang melakukan yang seperti apa yang telah engkau lihat, adalah baginya seperti dua puluh kali mengerjakan haji yang mabrur (sempurna), puasa dua puluh tahun yang maqbul (diterima), dan jika ia puasa pada siangnya, ia seperti puasa enam puluh tahun yang sudah lalu dan setahun yang akan datang. Hadits yang tersebut di atas juga menyandung tujuh orang perawinya yang majhul bahkan ada seorang perawi yang dianggap sebagai pemalsu hadits yaitu Muhammad Ibn al-Muhajir sebagaimana penilaian yang dikemukakan oleh As-Suyuti sendiri. 
Dengan demikian hadits-hadits yang menjelaskan ibadah yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW seperti di atas adalah dla’if. Para ulama menyatakan bahwa hadits dla’if dapat diamalkan dan diikuti sebatas sebagai penyemangat ibadah (fadailul a'mal), berisi nasihat-nasihat dan cerita-cerita baik, bukan untuk menentukan halal dan haram dan tidak berhubungan dengan sifat-sifat Allah SWT. Pendapat ini diperpegangi oleh Ahmad Ibn Hanbal, an-Nawawi, Ibn Hajar al-Asqalani, As-Suyuti, dan lainnya.
Perdebatan di kalangan umat Islam juga semakin mendalam ketika ada kalangan umat Islam lainya yang tidak menyia-nyiakan malam nisfu Sya’ban untuk melakukan beberapa keutamaan seperti membaca surat yasin dan tahlil. Bagi kalangan yang terlalu kaku menganggap ibadah ini mengada-ngada karena jelas-jelas tidak ada hadits yang dloif sekalipun. Kalangan yang tersebut barusan tidak melakukan ibadah apapun yang pada waktu-waktu tertentu tidak dilakukan, diperintahkan atau dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. 
(A. Khoirul Anam--www.nu.or.id)